|
Peta Rencana Akuisisi Data Magnetik |
Total panjang lintasan yang muysti gue dan Muklis ukur adalah 96 km.
Karena kecepatan akusisi skeitar 2 km per alat per hari, rencananya
project selesai dalam waktu 24 hari. Itu ternyata cuma di atas kertas,
karena pada kenyataannya gue baru pulang awal Juni. Tapi bukan karena masalah teknis, ternyata lebih karena masalah non teknis. Biar gak amburadul, postingan gue bikin berdasarkan waktu.
22 -29 Maret 2017: Teluk Pongkal
Panjang setiap lintasan pegukuran 6 km dengan jumlah sebanyak 16 lintasan. Akan sangat memakan waktu jika dikerjakannya per lintasan. Di samping waktu, tenaga juga akan habis untuk perjalanan ke titik pertama jika lokasinya sudah jauh dari camp. Jadi akhirnya diputuskan untuk membagi menjadi 3 area dengan camp masing-masing. Delapan hari pertama gue nge-camp di salah satu rumah di Desa Teluk Pongkal, sisanya bakal dilanjutkan di camp selanjutnya.
|
Tim magnet di salah satu lintasan survey dengan latar belakang bukit berlitologi Granit di selatan. (Kiri-kanan: Sada, Okol, Sendorik, Gue, dan Koman) |
Survey di desa ini ternyata tidak berjalan mulus. Hari pertama okelah, tim gue dan tim Muklis bisa selesaikan masing-masing 2 km. Hari kedua masalah dimulai, ketika kita mulai jalan ke titik awal, kami sudah dihadang oleh dua orang. Kita sudah jelasin sesimpel mungkin kepada mereka apa yang bakal dilakuin dengan alat magnet ini, kru lokal pun ikut jelaskan dengan bahasa mereka. Ternyata tetap saja mereka menolak area mereka untuk diukur. Bahkan ketika kami sudah janji untuk tidak mengukur di area mereka dan hanya izin lewat, mereka menolak. Gue beranggapan bahwa mereka takut ketika lewat itu kami ukur juga. Ketika gue ajak untuk ikut kita hingga batas area mereka, tetap aja menolak, mereka mau kalo mereka juga dibayar. Yaelah! Akhirnya kami mengalah, jalan memutar. Gak ingin kejadian itu terulang, besok-besoknya gue sudah pegang area mana saja yang pemiliknya melarang untuk diukur. Setelah diskusi dengan Pak Dami, orang humas perusahaan, kami membiarkan area yang belum terukur dan langsung berpindah ke area selanjutnya sementara akan dilakukan sosialisasi kembali kepada warga desa.
31 Maret - 9 April 2017: Dukuh Kepori
Mungkin di camp ini gue paling betah. Gue kasih alasannya di foto-foto di bawah.
|
Bisa main volley sepulang dari lapangan. |
|
Kalo sudah bosan dengan mie, sarden, dan kornet, gue bisa makan ikan bahung, yang kadang-kadang ditangkap oleh si Agun, anaknya Pak Irmansyah, pemilik rumah yang dijadikan camp. |
|
Senjanya. Cuma di dukuh ini, senja gak ketutup sama hutan. Sore-sore berasa asik. |
|
Gue gak bilang kru di area lain jelek, tapi gue rasa kru di sini paling solid. (Kiri-kanan: Kere, Rijal, Nur, Onjul, dan Gue) |
11 - 18 April 2017: Sungai Talas
Gak terlalu banyak yang bisa gue tulis untuk area ini selain fakta bahwa lokasinya cukup sulit karena banyak tebing yang cukup tinggi di bagian utara.
|
Hahaha.. Panjat tebing euy.. |
Dan juga fakta bahwa ketika bagian utara sudah kelar dan beralih ke bagian selatan, ternyata Sungai Sokan sedang pasang. Mau gak mau kami harus memakai sampan untuk menyeberangnya.
|
Timnya Muklis yang akan berangkat ke lapangan. (Kiri-kanan: Bapaknya Sindra, Muklis, Sindra, Sada, Lekkon, Yadi) |
|
Tim gue sedang beraksi. (Kiri-kanan: Sadarudin, Seper, Ason, Jon) |
Setelah selesai di daerah sini selesai, gue mendapat kabar bahwa sosialisi untuk Desa Teluk Pongkal belum dilakukan, akhirnya gue standby dulu di Nanga Sokan. Kota kecamatan itu dipilih karena di sana ada sinyal sehingga mudah untuk komunikasi. Gue tutup dulu untuk bagian ini.
0 komentar:
Post a Comment