Sesaat sebelum akuisisi.. Desa Tambakua dengan latar belakang bukit yang akan disurvey.. (Captured with Sony DSC WX-80) |
Banyak hal yang gue pelajari dari project kali ini.. Ya, tentunya gue bisa belajar banyak tentang georadar dalam eksplorasi nikel, karena biasanya gue pake metode resistivitas konfigurasi Wenner.. Tapi, banyak ilmu lainnya yang bisa gue pelajari dari sini..
Misalnya, gue baru tahu bahwa orang kampung Tambakua, Lameruru, dan kampung-kampung lainnya di sini lebih menjunjung kebersamaan dari hanya sekadar materi.. Ini terbukti seminggu kemarin ketika akuisisi berada pada pekan terakhir.. Mereka lebih memilih meliburkan aktivitas kerja karena adanya penduduk yang meninggal.. Ini sangat berbeda dengan apa yang selama ini gue rasakan di tempat lainnya, bahkan di kampung gue sekalipun..
Ketulusan dari orang-orang kampung sini juga patut diacungi jempol.. Gue gak mau sebutin namanya, ada seorang kru gue dari penduduk lokal bercerita bahwa dia mewakafkan tanahnya untuk dibangun masjid.. Walaupun beliau mengatakan bahwa itu tidak seberapa, tapi gue bisa mengatakan bahwa itu adalah hal yang besar sekali..
Oke, itu dari warga kampung.. Gue juga bisa menikmati keindahan alam di sana.. Kapan lagi gue bisa merasakan pemandangan gunung dan laut sekaligus? Di Jawa kita harus memilih, laut atau gunung.. Tapi di sini dan beberapa area di Indonesia timur lainnya gue bisa melihat keduanya sekaligus..
Tambang nikel dengan latar belakang laut Banda dan deretan Kepulauan Menui.. (Captured with Nokia Lumia 520) |
Satu hal yang menjadi perhatian gue adalah di sini panggilan seseorang akan berubah ketika sudah mempunyai anak.. Misalnya, Pak Rustamin yang rumahnya kita sewa sebagai camp lebih familiar dipanggil 'bapaknya Aulia'.. Atau Pak Udin yang merupakan kru gue juga lebih sering dipanggil 'papanya Rama..
Trus, untuk soal makanan.. Awalnya gue agak risih juga dengan menu makan di sini yang cenderung 'sea food'.. Ikan adalah menu utama orang sini, layaknya tempe atau telur bagi gue dan kebanyakan di kampung gue.. Gue doyan ikan sih, tapi gak begitu suka juga.. Itulah mengapa nafsu makan gue berkurang waktu 2 tahun lalu gue ikut eksplorasi di Buli, Halmahera.. Tapi kali ini ternyata beda.. Mungkin karena penyajiannya yang lebih variatif, gue akhirnya jatuh hati juga sama menu ikan di sini..
Buah langsat.. (Captured with Sony DSC WX-80) |
Buah khas warga sini adalah buah langsat.. Secara fisik, mirip dengan buah duku.. Dan kadang-kadang kru gue suka bawa ke lapangan.. Awalnya gue juga gak begitu doyan, karena rasanya yang berbeda dengan buah duku.. Langsat cenderung lebih asam.. Tapi setelah beberapa biji gue makan, lama-lama gak brenti juga.. Hahaha..
Oke, segitu dulu yang bisa gue bagi.. Gue masih di Kendari ini, karena flight gue besok pagi.. Jadi gue lagi nyicil bikin laporan dulu..
0 komentar:
Post a Comment